Hidup dalam Semu; Versi Terbaik Diri Kita

Situasi yang sekarang ini terjadi di seluruh belahan dunia merupakan saat tersulit tuk dijalani. Pasalnya, kita keluar dari zona nyaman namun berusaha tuk tetap menjadi diri kita sendiri, memaksa kita hidup dalam kepura-puraan. 

Banyak hal yang telah kita lakukan untuk membunuh rasa bosan dan kejenuhan selama melawan keadaan. Ada yang mendadak menjadi seorang yang senang memasak, jika biasanya lebih suka duduk di sebuah restoran dan menanti hidangan disajikan. Ada yang senang menonton series, jika biasanya tidak pernah selesai menyelesaikan habis 1 season. Ada yang tiba-tiba saja hobi berkebun dan menjadi seorang pakar tanaman. Saya sendiri membunuh waktu dan bosan dengan membaca buku meski pikiran melalang buana ke mana-mana, atau sekedar membuka media sosial untuk memastikan kehidupan teman-teman saya baik-baik saja, dan sibuk group call/videocall dengan sahabat meski saya merasa rindu tidak terobati dengan itu semua. 

Semua kesibukan yang saya sebutkan hanya terjadi di minggu-minggu awal, saya masih bersahabat dengan keadaan ini, semua terasa baik saja, mencoba menyesuaikan dan menjalani hidup dengan normal. Namun, selang waktu berjalan saya merasa hidup saya menjadi semu, tidak ada tujuan. Sulit untuk beradaptasi dengan keadaan yang tiba-tiba berubah 360 derajat. Biasanya saya bangun tidur ada yang harus saya kerjakan, ini terasa hampa. Sejak awal bulan, kantor saya menganjurkan bekerja dari rumah (sampai waktu yang tidak ditentukan). Pemandangan sehari-hari ketika bekerja di rumah; duduk seperti robot mode autopilot, sama sekali tidak ada hasrat seperti jika saya harus berangkat ke kantor. Percakapan dengan orang di sekitar/dalam rumah pun mulai berkurang dan saya lebih sering menatap la ngit-langit kamar, memegang gawai dan bertanya-tanya kapan semua ini berakhir dan kembali menjadi normal.

Ada kesulitan ketika harus berdamai dengan situasi sedangkan jiwa memberontak, menolak dan tidak mererima. Seakan kegiatan yang kita lakukan hanya semata penghiburan diri, sebuah pelarian yang tak memiliki tujuan. Apa yang kita bagikan di linimasa, Instagram Story bentuk pertahanan diri tuk merespon apa yang kita alami. Kita coba mengingat dan mengenang tuk meredakan rindu dengan sashabat, orang terdekat, atau segala hal yang telah hilang, namun pada akhirnya kita kembali pada bentuk kekosongan yang lain. Dalam jiwa kita berteriak, bertanya-tanya dan berakhir dengan jawaban ketidakpastian. 

Meski kita hidup dalam semu, tanpa tujuan tetap setiap harinya, saya merasa ada sisi terang menyelimuti semua kejadian ini.  Kita menjadi lebih produktif dan ramai-ramai berusaha menjadi sibuk (meski hanya sebagai pelarian dan penghiburan). Kita berlomba melunakkan hati ketika mendengar kabar duka yang terjadi setiap hari, kita menjadi lebih perasa. Yakin semua itu akan menjadi kenangan terbaik selepas keadaan ini pulih dan membaik. Kita akan bereformasi menjadi bentuk manusia lain, menjadi versi terbaik diri kita. 

Semoga pandemi segera berakhir.


P.S saya rindu memakai sepatu, pakaian-pakaian di lemari, jilbab favorit. Saya rindu memesan es kopi bersama teman kantor, jalan sore sekedar jajan di Alfamart. Saya rindu sahabat. Saya rindu berkehidupan normal. Dan saya yakin kalian pun demikian.


01.12 AM
Bintaro, 30 April 2020
Quarantine COVID-19 D-30


Comments

Popular posts from this blog

Resensi Buku: Metodologi Penelitian Sastra

Summary of Short Story : The Man Who Was Almost a Man by Richard Wright

Untitled